Oleh: Bella Wahyuni
(Lembaga Kajian dan Praktek Dakwah Lapangan Yayasan Izzatuna Palembang)
DALAM Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam diceritakan ada seorang wanita Lanjut Usia (Lansia) yang membawa/memikul kayu bakar di pundaknya dengan berjalan kaki. Terlihat jelas, wanita tersebut begitu berat membawa kayu yang berat dan tidak sepantasnya membawa kayu tersebut, jika dilihat dari usianya. seharusnya, Lansia ini istirahat di rumah, bermain dengan cucu dan lain-lain. Namun ada daya, wanita lansia Yahudi tetap melakukan pekerjaanya. Tak seotang pun mau membantu atau sekedar menolong atau memberikan seteguk air kepadanya. Semua terlihat biasa-biasa saja dan menjadikannya sebuah pemandangan setiap hari terjadi.
Namun hari itu, ada yang berbeda. Seorang pria (pemuda) yang kasihan dan penuh rasa hormat, membantu wanita itu, sambil ikut memikul beban kayu tersebut. Bagi si wanita tersebut, itu ada hal aneh. Lantaran selama ia memanggul kayu bakar, taka da seorang pun yang mau membantunya. Kali ini ia dibantu seorang pemuda, dan itu melegakan dirinya. Karena untuk kali ini, beban di pundaknya sedikit ringan.
Lantas, di tengah perjalanan. Wanita tua itu banyak cerita dan memberikan nasihat kepada pemuda yang menolongnya. “Nak ingat, kamu harus hati-hati, dan jangan mau bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Muhammad,” katanya.
Wanita Lansia itu begitu mendiskripsikan dan mengungkapkan keburukan dan fitnah yang dituduhkan kepada seseorang bernama Muhammad, dan baginyatidak ada kabaikan sedikit yang dilakukan Muhammad.
Lantas si pemuda pun bertanya, “Kenapa buk?. Lalu wanita Lansia itu menjawab, “hati-hati, Muhammad itu seorang penyihir. Sudah banyak orang terpengaruh olehnya,” ujar wanita itu.
Si pemuda yang mendengarkan cerita dan jawaban dari wanita Lansia itu, ia hanya tersenyum dan menganggukan kepala, tanda pemuda itu mengerti apa yang dikatakan wanita Lansia tersebut.Tak terasa karena asyik berbicara, keduanya sampai di rumah Wanita Lansia itu. Dan pemuda itu pun bertanya kepada wanita itu, dimana kayu-kayu bakar itu akan diletakan.
Usai meletakan kayu bakar tersebut, lantas wanita Lansia itu tak lupa mengucapkan terima kasih. Namun ketika pemuda itu membalikan tubuhnya dan melangkah untuk meninggalkan rumah wnaita Lansia itu, tiba-tiba Wanita tersebut dengan suara tuanya, lantas bertanya. “Siapa namamu nak?
Lantas, pemuda itu pun menjawab, “Nama saya Muhammad bin Abdullah, Nama yang engkau ceritakan tadi.”
Mendengar nama itu, wanita ini sontak kaget dan bergetar. Ia tak pernah membayangkan, orang yang menemaninya dan membantu mengangkatkan kayu di pundaknya bahkan memberikannya minum dan sedikit makanan, adalah seorang ia benci, yang ia hina dan ia maki, ternyata memiliki akhlaq yang mulia dan tidak marah dan dendam. Sejak saat itu, wanita Lansia itu masuk Islam.
Ternyata, cerita ini memberikan pelajaran bagi kita Umat Nabi Muhammad SAW, dimana Rasulullah tidak hanya mengajarkan tetapi membuktikannya langsung, iatidak marah (ghadab) ketika orang di depannya memaki dan dan menhinanya. Apa yang ditampilkan Nabi Muhammad SAW, adalah budi pekerti yang agung dan mulia bukan kekerasan atau balas dendam, karena misi utama dari risalahnya adalah memperbaiki aklhaq manusia dari jahiliyah (kebodohan) menuju jalan ilahiya (nur). Akhlaq tidak sebatas teori, tetapi akhlaq dibuktikan dengan perbuatan dan tingkah laku.
Ramadhan mengajar nilai itu, dimana puasa yang dilakukan tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi lebih dari itu, yakni mengendalikan amarah dan nafsu syaithoniyah. Jika hanya menahan lapar dan dahaga, anak-anak pun bisa. Inilah pelajaran yang paling beharga di momentum Ramdhan, kita dilatih menahan amarah dan peduli terhadap sesama karena rasa lapar yang dialamidhuafa, kita ikut merasakan. Maka lahirnya sipat empati dan peduli terhadap sama sehingga karakter yang dibangun akan memuculkan saling menghargai, menyayangi dan mengasihi.